Rabu, 04 Januari 2012

Chapter 3 Areel Kecil

CHAPTER 3
AREEL KECIL

Lelaki mungil itu tertunduk malu saat memasuki istana utama Winburg untuk pertama kalinya. Kaki mungilnya berbalutkan alas kaki yang menampakkan ibu jarinya.  Tangannya tak lepas dari telunjuk ayahnya yang digenggamnya erat-erat.  Sementara di sebelah kirinya terlihat laki-laki lima tahun lebih tua darinya, Jonathan, atau yang biasa dia sapa “kakak”.
“Kakak….kita akan tinggal di istana megah ini?” lelaki cilik itu terlihat gelisah
“Tenanglah Areel. Kita ikuti saja Ayah”
“Ayah…Areel takut bertemu Raja”
“Tenang saja Anakku.  Raja Winburg adalah raja yang sangat baik” Alexander menenangkan lelaki cilik itu.
Saat itu Areel memang belum genap tiga tahun dan terlihat canggung saat bertemu Sang Raja, Thomas Joseph King X.
“Salam sejahtera untuk Rajaku, Ratuku….” ucap Areel saat pertama kali berjumpa Raja dan Ratu.
“Dan salam sejahtera untuk putriku” sambung Areel sesaat setelah menatap perut hamil Sang Ratu.  Kontan semua orang dalam aula utama itu menertawakan keluguan Areel.
“Salam sejahtera untukmu juga ksatria cilik.  Darimana kamu tahu salam untuk putriku” gurau sang Raja disambut sikap membungkung Areel.
“Maafkan hamba paduka.  Wajah yang mulia ratu memancarkan aura kecantikan sang putri” serentak tawa dan sipu pun kembali menggema di aula itu. 
Bagi anak seusianya, tentunya tidak mudah merangkai untaian kata-kata tersebut kecuali datangnya dari hati dan sampai ke hati pula. Tapi saat itu Areel masih lah Areel kecil yang belum mengerti arti kata ucapannya hingga kelahiran Putri Aurora membuat banyak mata terhenyak atas guraun si kecil Areel.
***
Putri Aurora lahir dengan lilitan tali pusar pada lehernya diikuti pula dengan letak sungsang atau tidak normal karena bukan kepala yang berada di jalan lahir.  Kondisi tersebut baru diketahui seminggu sebelumnya oleh Tabib istana padahal pemeriksaan terakhir kondisi bayi Putri Aurora menunjukkan tidak ada gejala sungsang.  Padahal sebulan setelah bertemu Raja untuk yang petama kalinya, Areel kembali diundang makan malam perayaan delapan bulanan usia kandungan sang Ratu.
“Maaf yang mulia Ratuku, kiranya mengapa Ratu terlihat sangat pucat.  Hamba takut putriku tak bernapas baik” ujar Areel saat memberi salam pada Sang Ratu.
“Terima kaih ksatria cilik pelindung putriku, mungkin hanya sedikit lelah yang membuat pucat ini terlihat” balas Sang Ratu ramah namun Tabib tidak segera memeriksa kondisi Sang Ratu lebih seksama hingga akhirnya proses kelahiran Putri Aurora berlangsung.  Sudah hampir dua jam proses persalinan belum berakhir juga.  Para Tabib mengerahkan sekuat tenaga untuk menyelamatkan Putri Aurora namun apa daya kondisi terlilit tali pusar tersebut menyebabkan jalan lahir tertutupi pula oleh ari-ari.  Putri Aurora akhirnya terlahir selamat setelah para Tabib memutuskan untuk memperlebar jalan lahir Sang Ratu. 
Penyelamatan Putri Aurora tidak berdampak baik pada Sang Ratu karena perdarahan luar biasa terjadi sesaat setelah Putri Aurora selamat.  Ternyata kondisi pucat Sang Ratu dulu menunjukkan adanya kekurangan darah pada tubuh Ratu sehingga penyakit berbahaya menyertai kehamilannya dan akhirnya kehilangan darah sedikit saja dapat menyebabkan kematian.  Perdarahan membuat Sang Ratu tidak bertahan lama setelah berhasil melahirkan Putri Aurora dengan selamat.  Sang Raja diperbolehkan masuk sesaat setelah Putri Aurora lahir sehingga Sang Raja masih mendapati kesempatan terkahir bertemu Sang Ratu.  Haru tangis mewarnai kondisi di ruang utama Ratu tersebut.
“Jaga putri kita kanda.  Lihat auranya cantik bukan” dan senyum indah menghias bibir Sang Ratu untuk yang terkahir kalinya.  Sang Raja memeluk erat Sang Ratu untuk yang terkahir kalinya dan berharap tak akan pernah melepaskan pelukan itu. 
Duka sekaligus suka berbaur menjdai satu dalam ruagan itu.  Tangisan pertama Putri Aurora tak kunjung berhenti seperti ikut merasakan kepergian sang Bunda.
Keluarga Alexander juga turut menyaksikan peristiwa kelahiran Putri Aurora.  Areel seperti tidak bisa lepas dari Sang Ratu sejak pertama kali bertemu.  Areel sering diundang Ratu untuk menyalami bayi mungil di kandungannya.  Sesaat setelah Putri Aurora lahir, Areel menyeruak ingin masuk melihat sang Putri namun dicegah oleh ibunda karena suasana duka masih menyelimuti.
Tangis Putri Aurora  yang baru lahir tidak kunjung berhenti padahal selimut tebal sudah melapisi tubuhnya supaya hangat.  Para dayang dan Tabib tidak kalah sibuknya untuk menenangkan Putri Aurora bahkan dayang penyapih yang bertugas menyusui Putri Aurora pun tidak mempan membuat tangis putri berhenti.  Para Tabib khwatir tangisan yang tidak dapat berhenti tersebut dapat menyebabkan Putri Aurora kelelahan dan meninggal seperti ibunda Ratu karena kondisi Putri Aurora masih rentan.
“Kenapa sang Putri menangis terus ayah?” tanya Areel yang tak sabar menunggu ingin bertemu Sang Putri.
“Sabar ya Areel. Di dalam sana masih berduka. Mungkin Putri ikut menangisi kepergian Sang Ratu” Alexander mencoba menenangkan Areel.  Di sampingnya banyak keluarga istana menunggu juga kabar dari Tabib. 
Putri Aurora yang masih menangis akan dipindahkan ke ruangan sebelah supaya lebih dapat menikmati udara bebas, maklum ruangan utama Ratu masih dipenuhi para dayang dan Tabib yang merawat jenazah Ratu. Saat pintu utama ruangan Ratu dibuka, bayi mungil Sang Putri di gendongan dayang asuh itu masih menangis namun tangisnya tiba-tiba berhenti saat Areel mendekatinya.
“Jangan menangis lagi Putri” ucap Areel sembari mengusap lembut kening bayi Sang Putri.  Alexander terkejut bukan main karena Areel yang di sisinya sudah menerobos mendekati bayi mungil tersebut. Para Tabib pun hanya terheran-heran dan meminta Alexander untuk mengizinkan Areel menemani bayi mungil yang masih merah merona itu.
“Bundaku berkata bahwa ksatria tidak boleh mangis dan juga membiarkan putri menangis” Areel menemani bayi mungil itu sampai tertidur pulas sehingga Tabib dapat memberinya ramuan tambahan untuk nutrisi tubuhnya.
“Ksatria cilik Areel sudah boleh pulang. Putri sudah tenang sekarang dan akan beristrihat dahulu” Tabib Rudolf mempersilakan Areel untuk pergi karena sudah hampir seharian Areel menemani Sang Putri.  Mentari sudah hampir turun pertanda malam akan tiba. Areel hanya menurut saja dan melangkah keluar namun tidak untuk pulang melainkan tetap menunggu di luar pintu kamar Sang Putri.  Tabib Rudolf masih belum mengetahui hal tersebut sampai akhirnya dia membuka pintu kamar Sang Putri.
“Loh…mengapa masih berada di sini ksatria cilik?” tanya Tabib Rudolf keheranan.
“Aku akan menjaga tuan Putri dari sini Tabib” jawab Areel sembari duduk di lantai depan kamar Sang Putri.
“Ksatria cilikku juga harus istirahat, nanti kalau sakit siapa yang akan menjaga tuan Putri. Ayo kembali ke kamarmu dan beristirahatlah” Areel menggeleng dan tetap belum beranjak dari tempatnya.
“Aku takut putri mencariku malam hari nanti. Jadi aku akan di sini menjaga putri” dan Tabib Rudolf menyerah untuk tidak memaksa Areel kembali pulang.
“Baiklah….daripada ksatria cilik menunggu disini dan sakit, lebih baik masuk saja berada di samping tuan Putri. Tapi ingat…jangan menganggu tidur tuan Putri ya” Areel terseyum senang dan segera menemani sang Putri kembali.

***
“Areel tangkyaappp…” Putri Aurora mlemparkan bola kecil ke arah Areel dan dengan sigap Areel mengejar bola itu.
“Ini putri” Areel membawakan bola kecil itu pada Putri Aurora.  Keduanya masih sangat kecil saat itu, Areel hampir lima tahun sementara Putri Aurora masih dua tahun.
“Telima kasih” ujar Putri Aurora tersenyum dan Areel balas tersenyum.
“Cekalang Areel yang tutup mata dan cali aku ya…” Putri Aurora mengajak bermain petak umpet dan Areel menurut saja.  Sudah puluhan kali mainan ini dia mainkan saat Putri Aurora sudah mulai bisa berjalan.
“Satu…Dua…Tiga….Empat…Lima…” Areel mulai menghitung hingga sepuluh dan saat membalikkan badan, Putri Aurora sudah bersembunyi.  Biasanya tidak sulit menemukan Putri Aurora karena larinya masih pelan dan tidak dapat bersembunyi jauh.  Namun kali ini Areel mulai khawatir karena sudah lima menit mencari dan belum menemukan Putri Aurora. 
“Tuan Putri….ayo  keluar….” teriak Areel namun percuma tampaknya Putri Aurora tidak mendengar.  Areel terus mencari hingga tak sadar memasuki Taman Batu Bundar.  Dilihatnya tubuh Putri Aurora ketakutan meringkuk di balik Batu Bundar.
“Putri…” Areel pun menemukan Putri Aurora
“Aku takyut…” Putri Aurora mulai menangis dan memegang erat tangan Areel.
“Cup…cup…cup…jangan menangis putri.  Ayo pulang…” Areel mulai menggandeng tangan Putri Aurora namun sang putri masih belum beranjak.  Istana Winburg memang luas dan wajar saja bila Putri Aurora yang masih kecil tersesat di tempat luas ini.
“Mari putri, Areel gendong ya” Areel meminta izin Putri Aurora yang masih menangis.  Putri Aurora hanya mengangguk pelan dan akhirnya Areel mengendong putri kembali ke kamarnya.
“Putri istrihahat dulu ya.  Besok main lagi. Sudah jangan menangis ya. Ada Areel yang akan melindungi putri” Areel terus mengoceh sambil menggendong Putri Aurora namun tak ada suara balasan, yang terdengar hanya dengkuran kecil sang Putri.  Tampaknya Putri Aurora begitu lelah hingga tertidur di gendongan Areel. Para dayang ikut bingung mencari Putri Aurora yang tak kunjung kembali dan mereka sedikit lega karena Areel membawa pulang sang Putri.
“Duh ksatria cilik…dari mana saja. Kita semua bingung mencari Putri Aurora” Marloette mengambil Putri Aurora dari punggung Areel.
“Maafkan kami.  Putri Aurora tersesat sampai di taman air mancur dengan batu besarnya” Areel mencoba menjelaskan.
“Oh…Taman Batu Bundar ya…ya sudah. Ksatria cilik sudah boleh beristirahat sekarang.  Putri Aurora juga akan beristirahat dulu” Marloette membawa Putri Aurora masuk ke kamar utama untuk beristirahat.  Jadwal bermain Putri Aurora memang tidak pasti namun hampir setiap harinya Areel selalu menemani Putri Aurora. 
Putri Aurora biasanya selalu menanyakan Areel bila sehari saja tidak melihat batang hidungnya. Sementara, Areel selalu mengajak Jonathan bermain bersama.  Kedua ksatria cilik itu senang sekali bermain pedang-pedangan.  Mereka biasanya menggunakan ranting kayu yang panjang sebagai pedang.  Walau masih kecil, bakat ksatria keduanya sudah mulai terlihat.  Si kakak Jonathan lebih sering diam dan memberikan kesempatan kepada Areel untuk mulai memainkan rantingnya terlebih dahulu. Biasanya keduanya bermain di tempat yang terpisah dengan Putri Aurora namun seringnya Putri Aurora mengunjungi vila mereka dan mengganggu latihan ranting kedua ksatria cilik itu.
“Ka Jo awas…” Areel mulai memainkan ranting kayunya sebagai pedang dan Jonathan dengan sigap menghindar.
“Tak perlu memberi tahu akan menyerang Areel. Nanti musuhmu bisa mengelak” Jonathan mulai membalas serangan ranting kayu Areel.
“Baiklah Kak” dan Areel terus menerus memainkan pedang mainannya hingga Jonathan terdesak menyentuh pohon rindang.  Di bawah pohon Oak inilah keduanya bermain dan melatih bakat mereka dari kecil.
“Bagus Areel.  Kakak kalah kali ini” Jonathan mengakhiri permainan pedang kali ini. Dia mengambil minumannya di samping pohon.
“Mari minum dulu.  Permainan pedang Areel sudah bagus. Ayah pasti akan senang melihatnya. Nanti kalau Areel sudah sebesar Ka Jo pasti Areel akan dapat pedang seperti ini” Jonathan mengeluarkan pedang sungguhan di sampingnya.
“Wah…Areel mau kak….” Areel memaksa pinjam pedang itu namun Jonathan melarangnya.
“Pedang ini nanti pasti bisa kamu pakai Areel asalkan Areel sudah besar nanti yah”
“Baiklah kak Jo. Nanti kalau sudah besar Areel mau pakai pedang itu untuk melindungi Putri Aurora”
“Bagus adek kecil” dan Jonathan mengacak rambut Areel.
“Nanti kita berdua kan kak jadi pelindung Sang Putri?” Jonathan mengangguk mantap. Bagi dia, seluruh jiwa dan raga memang untuk Winburg tercinta termasuk di dalamnya melindungi Putri Aurora.
“Ayo pulang…nanti ayah mencari kita” ajak Jonathan dan Areel hanya menurut.  Keduanya menerobos pepohonan rindang dan kembali ke ruang utama. 
Putri Aurora biasanya sudah menunggu mereka di sana untuk bermain.
“Celamat datang…” senyum khas Putri Aurora menyambut kedatangan kedua ksatria cilik itu.
“Hormat kami tuan Putri” dan kedua kstria cilik itu menyampaikan salam hormat pada Putri Aurora dengan membungkukkan badan.  Putri Aurora belum mengerti mengapa semua orang membungkukkan badan ketika menyampaikan salam untuknya.   Hingga akhirnya Putri Aurora mulai ikut-ikutan membungkukkan badan ketika memberi salam pada orang lain.  Hal itu sedikit membuat orang-orang di sekitarnya canggung namun itulah khasnya Putri Aurora. Selanjutnya mereka bertiga asyik bermain layaknya anak kecil pada umumnya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar